Prakerja Manfaatkan Artificial Intelligence untuk Optimalkan Layanan
Artikel Insight
Prakerja Manfaatkan Artificial Intelligence untuk Optimalkan Layanan
Dibaca normal 5 menit
Program Kartu Prakerja memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam memaksimalkan layanannya sebagai program beasiswa pelatihan. Direktur Operasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Hengki Sihombing mengungkapkan, penggunaan AI signifikan, terutama karena Prakerja 100 persen digital, end to end, dari proses pendaftaran, tes kemampuan dasar, mengikuti pelatihan, pencairan insentif, hingga survei setelah penyelesaian pelatihan.
Hengki menyampaikan itu saat menjadi narasumber Seminar Nasional bertema ‘AI in Finance, Economics and Public Services’ yang diselenggarakan Pusat Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung di kampus ITB Jakarta, 19 Oktober 2023. Hengki tampil sepanel bersama dua pembicara lain, yakni Kepala BLUD Jakarta Smart City Yudhistira Nugraha dan peneliti AI Center ITB Ridwan Sutriadi.
“Penggunaan AI dalam user journey Prakerja dimulai dari verifikasi identitas calon peserta, liveness check and face recognition, course recommendations, verifikasi kehadiran dalam kelas luring maupun daring, serta menghubungkan peserta dengan peluang kerja yang tersedia,” kata Hengki.
Hengki menekankan, saat ini stigma masyarakat pada pelayanan publik dari pemerintah sangat buruk. Oleh karena itu perlu melakukan berbagai inovasi di era digitalisasi ini. “Kita bersyukur saat ini sudah banyak institusi publik berada di jalan yang benar dalam layanan publik, seperti Prakerja, DTO Kemenkes, Jakarta Smart City, Bandung Smart City, GovTech Edu, dan lain-lain,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Yudhistira Nugraha memaparkan tiga konsep bagaimana seharusnya bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mentransformasi kota.
Pertama, lahirnya ‘sensing city’, bagaimana sebuah kota bisa mendapatkan data secara ‘real time’, dan melakukan analisis terhadap data yang memotret kebutuhan rill masyarakat. “Misalnya, kita menganalisis kemacetan dari data GPS taksi-taksi di sebuah kota,” jelasnya.
Kedua, ‘understanding city’. Di sinilah seharusnya sebuah kota memiliki kemampuan data analitik dan kemudian melakukan diagnosa, prediksi, dan rekomendasi atas data itu.
Ketiga, ‘actionable city’, yakni kota yang memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai data dan analisis yang ada. “Misalnya, saat pemberian bantuan sosial. Seharusnya bansos itu berbasis analitik, bukan hanya berbasis pendaftaran seperti saat ini,” tukasnya.
Yudhistira memaparkan, di sektor pemerintahan penggunaan AI antara lain digunakan dalam manajemen anggaran, manajemen informasi warga, manajemen lalu-lintas smart, serta manajemen risiko bencana. “Sekarang ini yang penting bagaimana membangun kepercayaan publik, karena masyarakat kerap tak percaya aduannya akan ditindaklanjuti pemerintah,” tutur Yudhistira.
Narasumber lain Ridwan Sutriadi lebih menyoroti bagaimana penggunaan AI pada tata kelola pemerintahan. “Kita baru tahu ternyata bahwa Jakarta ini punya peta yang lebih rinci dari rencana detail dari tata ruang kota, tapi yang penting adalah bagaimana data itu bisa dianalisis secara nyata,” pungkasnya.
Artikel dengan kategori Insight
Memanfaatkan Platform Digital untuk Kesejahteraan Inklusif di Asia Tenggara
21 Nov 2024 7 Menit BacaSudirta: Alumni Prakerja dari Minahasa yang Mengubah Tantangan Pandemi Menjadi Peluang
14 Okt 2024 5 Menit BacaKarier Perbankan Digital: Anti Risau Soal Batasan Usia
05 Sep 2024 4 Menit BacaPerut Kenyang, Otak Cerdas: Advokat Sekjen PBB singgung Program Makan Bergizi Gratis untuk Pembangunan Berkelanjutan
12 Jul 2024 4 Menit BacaMengenal Green Skills: Kunci Masa Depan Kerja Ramah Lingkungan
04 Jun 2024 6 Menit Baca